Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Rabu, 07 November 2012

K O R U P S I


Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd
faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah :
  1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi posisi kunci yangg mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi
  2. Kelemahan pengajaran pengajaran agama dan etika
  3. Kolonialisme
  4. Kurangnya pendidikan
  5. Kemiskinan
  6. Tiadanya tindak hukum yang keras
  7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk prilaku anti korupsi
  8. Struktur pemerintahan
  9. Perubahan radikal
  10. Keadaan masyarakat

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Sjahruddin Rasul melakukan kunjungan kerja di Kalimantan Selatan. Dalam kunjungannya selama 2 hari di Amuntai dan Barabai, yang merupakan ibukota Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Hulu Sungai Tengah, Pimpinan KPK beserta Ketua Tim Evaluasi Deputi Akuntabilitas Aparatur PAN dan Kepala BPKP Perwakilan Kalimantan Selatan berkesempatan mengunjungi Pondok Pesantren, SMAN, SMPN, Kantor Pelayanan Terpadu, serta Rumah Sakit. Wakil Ketua KPK, sempat membahas kurikulum dan metodologi pembinaan moral di Pondok Pesantren, SMAN, SMPN serta bertatap muka langsung dengan para santri dan murid di tempat-tempat pendidikan tersebut.
Kunjungan kerja ke Amuntai dan Barabai selama 2 hari ini dilakukan selepas penandatanganan MOU KPK dengan Universitas Lambung Mangkurat di Banjarmasin tentang Pendidikan Anti Korupsi (Senin, 27 November 2006). Kunjungan ini terutama bertujuan melihat perkembangan penerapan Program Island Integrity (Zona Bebas Korupsi) yang telah disepakati bersama antara seluruh Pemerintah Daerah di Kalimantan Selatan dengan Deputi Akuntabilitas Kementerian Pan dan KPK. Ini merupakan kunjungan pemantauan dan evaluasi pertama kali KPK di daerah yang berjarak sekitar 4 jam perjalanan darat dari Banjarmasin.

Di Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Amuntai dan Barabai, Wakil Ketua KPK menilai positif niat baik dan kemajuan yang dicapai oleh kedua Pemda tersebut yang meski baru setahun telah berupaya secara serius membangun KPT untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Dr. Rasul meminta Pemda untuk memperbesar dan memperjelas informasi pelayanan, syarat-syarat dan waktu penyelesaian agar mudah dibaca oleh masyarakat yang dilayani. Selain itu. diharapkan agar petugas dapat melayani masyarakat dengan cepat dan ramah karena memang itulah sesungguhnya tugas pokok para pegawai pemerintah ini.

Saat meninjau rumah sakit di Amuntai yang dilakukan secara mendadak oleh Wakil Ketua KPK, dijumpai satu terobosan menarik yang dilakukan Pemda setempat untuk memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat tidak mampu. Pemerintah Hulu Sungai Utara (HSU) menerbitkan kartu asuransi yang dijual kepada masyarakat mampu untuk disedekahkan kepada masyarakat tidak mampu. Bupati HSU secara langsung mensosialisasikan program ini dihadapan masyarakat yang dianggap mampu dan mendorong mereka untuk mengeluarkan zakat dan infaq mereka dengan secara langsung membeli sendiri kartu asuransi dan memberikannya kepada siapa saja yang mereka inginkan. Pemda sendiri memberikan subsidi untuk menambah modal asuransi dana bergulir masyarakat ini. Program ini mendapat tanggapan sangat positif dari masyarakat setempat bahkan Wakil Ketua KPK bertekad untuk menyebarluaskan terobosan ini ke Pemda lainnya.

“ Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia ”
REP | 13 February 2012 | 16:36 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_baca.gifDibaca: 2573   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/img_komen.gifKomentar: 2   http://stat.ks.kidsklik.com/statics/kompasiana4.0/images/ico_nilai.gif1 bermanfaat
Terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur adalah cita-cita yang di inginkan oleh masyarakat. Masyarakat yang adil adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai hukum. Artinya, melaksanakan aturan hukum yang berlaku. Masyarakat yang makmur adalah masyarakat yang dapat mencukupi atau memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar. Artinya, mereka mencukupi kebutuhan hidupnya dengan bekerja secara layak dan wajar, dalam arti tidak melawan hukum.
Korupsi adalah tindak kejahatan luar biasa, yaitu perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri dengan cara menyelewengkan atau menyalahgunakan uang negara. Perbuatan korupsi jelas sangat merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara. Dari pemberitaan media massa diketahui bahwa kasus korupsi di Indonesia jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Kita semua tidak menginginkan kasus korupsi terus meningkat.
Meningkatnya kasus korupsi disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya rendahnya moralitas, tidak memiliki budaya malu, tidak taat pada hukum, tidak amanah, tidak jujur, dan lain sebagainya. Oleh karena itu diperlukan adanya langkah-langkah pusitif diantaranya adalah penyadaran dan pembinaan moralitas bangsa, sehingga penyelenggaraan Negara dapat berjalan dengan baik, yakni bersih dari tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) adalah perbuatan yang menyelewengkan atau menyalahgunakan uang Negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Memberantas korupsi bukanlah perkara yang mudah. Diperlukan upaya sungguh-sungguh dan didukung oleh semua pihak untuk memberantasnya. Upaya-upaya pemberantasan korupsi terus berlangsung hingga sekarang ini. Upaya-upaya pemberantasan atau pencegahan tindak pidana korupsi dapat diwujudkan dalam bentuk sebagai berikut :
1. Pengawasan oleh lembaga masyarakat
2. Lembaga pengawas seperti DPR, DPRD, BPK, BPKP, dan Bawasda
3. Lembaga pengawas Independen seperti KPK
4. Lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan.
Selain itu diperlukan adanya Instrumen sebagai dasar hukum untuk memberantas dan mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Disinilah pentingnya peran serta lembaga Negara dalam membuat undang-undang tentang, pemberantasan tindak pidana korupsi dalam memuat ketentuan pidana yaitu :
1. Menentukan pidana minimum khusus
2. Pidana denda yang lebih tinggi, dan
3. Ancaman pidana mati
Ketentuan pidana dapat dibaca dalam UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi pasal 2 :
Ayat (1) Setiap orang yang melakukan tindak pidana korupsi dikenakan sanksi pidana penjara dan denda. Orang yang melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun, dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Ayat (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Instrumen atau peraturan hukum akan edektif (berdaya guna) ketika dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yakni, Kepolisisan, Kejaksaan, dan Pengadilan. Setiap perkara atu kasus tindak pidana korupsi yang dilaporkan masyarakat harus direspon atau ditindaklanjuti oleh penegak hukum dan diproses secara adil sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga secara perlahan tindak pidana korupsi berkurang dan pada akhirnya tindak pidana korupsi di Negara Indonesia tidak terjadi lagi.
Lembaga pengawas seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pemeriksa Keuangan Profinsi (BPKP), dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) mempunyai peranan enting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Lembaga inilah yang secara langsung melakukan pengawasan atau control terhadap pemakaian keuangan Negara. Apabila tugas dan fungsi lembaga ini berjalan dengan semestinya, niscaya tindak pidana korupsi di Indonesia dapat dicegah, dan Indonesia bersih dari praktik korupsi.






























0 komentar:

Blogger Templates