1. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, Afrika Utara, 27 Mei
1332 (Faghirazadeh, 1982). Ia kahir dari keluarga terpelajar, dimasukkan ke
sekolah Al-Quran, kemudian mempelajari matematika dan sejarah. Semasa hidupnya
ia membantu berbagai Sultan di Tunisia, Maroko, Spanyol dan Al-Jazair sebagai
duta besar, bendaharawan dan anggota dewan penasehat sultan.[1]
Adapun pendapat Khaldun tentang watak-watak
masayarakat manusia dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa kebudayaan
dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat mazhab yaitu fase primitif atau
nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan
kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Khaldun sering disebut
dengan fase pembangun, pemberi gambar gembira, penurut, dan penghancur.[2]
2. Auguste Comte (1789-1857)
Auguste Comte lahir di
Mountpelier Perancis, 19 Januari 1798. Ia merupakan bapak sosiologi, orang pertama yang menggunakan istilah sosiologi (socius dan logos). Pengaruhnya besar sekali terhadap
para teoritis sosiologi selanjutnya (terutama Hebert Spencer dan Emile Durkheim).
Dia mempunyai anggapan bahwa sosiologi terdiri
dari dua bagian pokok, yaitu social statistic (statika
sosial atau struktur sosial yang ada) dan social
dynamic (dinamika sosial atau perubahan sosial).[3] Sebagai sosial statistik, sosiologi
merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebagai social dinamik, meneropong bagaimana lembaga-lembaga itu berkembang dan mengalami
perkembangan sepanjang masa.[4]
Landasan pendekatan Comte ialah teori evolusinya atau
hukum tiga tingkatan. Ia menyatakan ada tiga tingkatan intelektual yang harus
dilalui dunia di sepanjang sejarahnya. Pertama, tahap teologis
menekankan pada keyakinan bahwa kekuatan adikodrati, tokoh agama, dan
keteladanan kemanusiaan menjadi dasar segala sesuatu. Kedua, tahap metafisik
ditandai oleh keyakinan bahwa kekuatan abstraklah yang menerangkan segala
sesuatu, bukannya dewa-dewa personal. Ketiga, tahap positivistik yang
ditandai oleh keyakinan terhadap ilmu sains. Manusia mulai cenderung
menghentikan penelitian terhadap (Tuhan atau alam) dan dunia sosial guna
mengetahui hukum-hukum yang mengaturnya. [5]
Dalam teorinya tentang dunia, Comte menyatakan bahwa
kekacauan intelektual menyebabkan kekacauan sosial. Menurut pandangannya,
kehidupan di dunia ini sudah cukup kacau, dan yang dibutuhkan dunia adalah
perubahan intelektual. Ada beberapa aspek lain yang juga berperan penting dalam
pengembangan teori sosiologi. Ia menyatakan bahwa kita harus memperhatikan
struktur sosial dan perubahan sosial. Ia menekankan besarnya peran konsesnsus
dalam masyarakat. Dan ia juga menekankan perlunya memahami teori abstrak dan
melakukan riset sosiologi. Comte yakin sosiologi akhirnya akan menjadi kekuatan
ilmiah dominan di dunia karena kemampuan istimewanya dalam menafsirkan hukum
sosial dan melakukan reformasi yang bertujuan menyelesaikan masalah dalam
sistem.
Menurut Comte, masyarakat harus diteliti atas dasar
fakta-fakta objektif dan dia juga menekankan pentingnya penelitian-penelitian
perbandingan antara berbagai masyarakat yang berlainan. Hasil karya Comte yang terutama adalah : [6]
- The Scientific Labors Necerssary for Reorganization of Society (1822);
- The Positive Philosophy (6 jilid 1830-1840);
- Subjective Synthesis (1820-1903).
3. Karl Marx
(1818-1883)
Karl Marx lahir di Trier, Prusia, 5 Mei 1818. Ia adalah seorang ahli filsafat
sejarah Jerman. Marx hidup selama abad ke-19, yaitu saat kapitalisme merajai
wilayah Eropa dan Amerika.[7]
Marx yakin bahwa setiap manusia perlu bekerja di dalam
dan dengan alam. Produktivitas mereka bersifat alamiah, yang memungkinkan
mereka mewujudkan dorongan kreatif mendasar yang mereka miliki. Dengan kata
lain manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial. Mereka perlu bekerja
bersama untuk menghasilkan segala sesuatu yang mereka perlukan untuk hidup.
Melalui perjalanan sejarah, proses alamiah ini dihancurkan, dan mencapai titik
puncaknya dalam kapitalisme. Kapitalisme pada dasarnya adalah sebuah struktur
yang membuat batas pemisah antara seorang individu dan proses produksi, produk
yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga memisahkan diri individu itu
sendiri.[8]
Dalam terminologi sarjana beraliran Marxist, tanaman
produksi, pabrik baja, dan yang serupanya disebut sebagai alat-alat produksi,
dan mereka yang menjadi pemiliknya disebut dengan kaum borjuis. Para pekerja
yang menjual tenaganya untuk kaum borjuis itu disebut kaumproletar. Marx percaya bahwa setiap masyarakat kapitalis pada akhirnya
akan terpecah
oleh konflik antara kaum borjuis dan proletar.[9]
Menurut Marx, kapitalisme di dalamnya memiliki
penyebab-penyebab kerusakannya. Kaum borjuis memberi upah yang sangat rendah
sehingga kaum proletar hampir tidak mungkin bertahan hidup. Marx memberi
prediksi bahwa kehidupan para pekerja yang sengsara itu akan memberi penyadaran
bahwa satu-satunya cara untuk keluar dari kesengsaraan itu adalah dengan
bersatu dan melakukan revolusi. Marx juga percaya bahwa sifat dasar pekerja
industri juga memberi kontribusi bagi kejatuhan kapitalisme. Marx yakin bahwa
tragedi kapitalisme terjadi dengan cara bahwa suatu sistem mentransformasikan
kerja dari sesuatu yang bermakna menjadi sesuatu yang tidak
bermakna. [10]
4. Herbert Spencer (1820-1903)
Spencer lahir di Derby, Inggris 27 April 1820. Ia
menganut pandangan evolusi yang berkeyakinan bahwa kehidupan masyarakat tumbuh
secara progresif menuju keadaan yang semakin baik
dan karena itulah kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri.
Berbeda dengan Comte, Spencer memusatkan perhatian pada individu, sedangkan
Comte menekankan pada unit yang lebih besar seperti keluarga.[11] Dalam bukunya The Principles of Sociology ( 3 jilid, 1877), Spencer
menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis. Dia mengatakan bahwa
objek sosiologi yang pokok adalah keluarga, politik, agama, pengendalian
sosial dan industri. Dia juga
menekankan bahwa sosiologi harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur masyarakat seperti pengaruh norma-norma atas kehidupan keluarga, hubungan antara lembaga
politik dan lembaga keagamaan.
Salah satu teori evolusinya berkaitan dengan
peningkatan ukuran masyarakat. Masyarakat tumbuh melalui perkembangbiakan
individu dan penyatuan kelompok-kelompok. Peningkatan ukurannya, masyarakat
berubah melalui penggabungan, yakni makin lama makin menyatukan
kelompok-kelompok yang berdampingan. Dalam tulisannya mengenai etika dan
politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusiya yang lain. Di satu sisi ia
memandang masyarakat berkembang menuju keadaan moral yang ideal atau sempurna.
Di sisi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang paling mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup, sedangkan masyarakat yang tak
mampu menyesuaikan diri terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah
peningkatan kemampuan menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.[12]
Hasil karya yang terkenal lainnya: [13]
- Social Statistic (1850);
- Principles of Psychology (1955);
- Principles of Biologis (2 jilid, 1864 dan 1961)
- Principles of Ethics (1893)
5. Emile Durkheim (1858-1917)
Emile Durkheim lahir di Epinal, Perancis 15 April. Dia
adalah seorang sosiolog teoritis dan praktisi pendidikan. Durkheim fokus kepada
kesatuan masyarakat.[14] Menurutnya, sosiologi meneliti
lembaga-lembaga dalam masyarakat dan proses-proses sosial. Durkheim melihat bahwa setiap masyarakat
manusia memerlukan solidaritas. Ia membedakan antara dua tipe utama
solidaritas: solidaritas mekanis, dan solidaritas organis. Lambat laun
pembagian kerja dalam masyarakat semakin berkembang sehingga solidaritas
mekanis berubah menjadi solidaritas organis.
Dalam The Rule of Sosiological Method
(1895/1982) Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa
yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial. Ia membayangkan fakta sosial sebagai
kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Ia
juga membedakan antara dua tipe fakta sosial: material dan nonmaterial.
Ia menyimpulkan bahwa masyarakat primitif dipersatukan terutama oleh fakta
sosial nonmaterial. Sedangkan masyarakat modern, kekuatan kesadaran kolektif
telah menurun, pembagian kerja yang ruwet, yang mengikat orang yang satu dengan
orang lainnya dalam hubungan saling tergantung. Dan dalam karyanya yang
terakhir, The Elementary Forms of Religious Life (1912/1965) Durkheim yakin
bahwa sumber agama adalah masyarakat itu sendiri. Dalam agama primitif benda-benda
seperti tumbuh-tumbuhan dan binatang didewakan. Akhirnya Durkheim menyimpulkan
bahwa masyarakat dan agama adalah satu dan sama. [15]
Dalam masalah sosiologi, ia mengklasifikasikan
pembagian sosiologi atas tujuh kelompok, yaitu: [16]
1.
Sosiologi
umum yang mencakup kepribadian individu dan kelompok manusia.
2.
Sosiologi agama
3.
Sosiologi hukum dan moral yang mencakup
organisasi politik, organisasi social, perkawinan dan keluarga.
4.
Sosiologi tentang kejahatan
5.
Sosiologi ekonomi yang mencakup ukuran-ukuran
penelitian dan kelompok kerja
6.
Demografi yang mencakup masyarakat pedesaan dan
perkotaan
7.
Sosiologi estetika
Hasil karyanya yang terkemuka: [17]
1.
The Social Division of Labor (1893)
2.
The Rules of Sociological Method (1895)
3.
The Elementary Forms of Religious (1912)
6. Max Webber (1864-1920)
Max Webber, seorang Jerman yang lahir
di Erfurt 21 April 1864. Weber belajar beragam subjek, mencakup hukum, ekonomi,
sejarah, agama, dan filsafat. Dia juga sempat menduduki jabatan-jabatan
akademik penting di sejumlah universitas di Jerman, dan dia juga merupakan
tokoh terkenal dikalangan politisi pada masanya. Karya Weber pada dasarnya
adalah teori tentang proses rasionalisasi.[18]
Weber percaya bahwa saat tradisi hilang dan digantikan
dengan rasionalitas, Eropa mengalami industrialisasi dan
mengadopsi ekonomi kapitalistik. Misalnya, dalam sebuah masyarakat tradisional
seorang petani yang sakit mungkin akan meminta pertolongan tetangga, namun
dalam masyarakat industri seorang pekerja yang sakit tak memilki siapapun
kecuali agen birokrasi pemerintah. [19]
Ia berusaha
memberikan pengertian mengenai perilaku manusia dan sekaligus menelaah
sebab-sebab terjadinya interaksi social. Weber melihat bahwa birokrasi
sebagai contoh klasik rasionalisasi. Mengenai proses birokratisasi ia
membedakan antara tiga jenis sistem otoritas yakni tradisional, karismatik, dan
rasional legal. Max juga terkenal dengan teori ideal typus, yaitu merupakan
suatu konstruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai
alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat. Karya yang ditulisnya
antara lain: [20]
1.
The History of Trading Companies During the
Moddle Ages (disertasi,1889)
2.
Economy and Society (1920)
3.
Collected Essays on Sociology of Region (3 jilid, 1921)